Oleh Raden Ridwan Hasan Saputra

Pada Selasa 9 Desember 2025, Klinik Pendidikan MIPA (KPM) memperoleh penghargaan sebagai Mitra Strategis Program Ekstrakurikuler dari Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).  Penghargaan ini diberikan atas kontribusi KPM dalam bidang Kepramukaan, 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, Disiplin Positif, dan Bela Negara. Saya sebagai pendiri KPM semakin yakin bahwa cara berpikir suprarasional tanpa disadari sudah mendapatkan pengakuan dari kemendikdasmen.

Sebagai informasi awal, cara berpikir suprarasional adalah cara berpikir yang menggunakan hati (otak di dada) sehingga hati menjadi cerdas, cara berpikir suprarasional ini membuat manusia lebih memikirkan sesuatu yang tidak terindera oleh panca Indera. Orang yang berpikir suprarasional akan lebih mempertimbangkan hal gaib seperti pahala-dosa atau surga-neraka dalam mengambil keputusan. Sehingga orang yang berpikir suprarasional, insya Allah akan jujur, tidak korupsi, suka membantu orang lain, peduli lingkungan, sabar, bijaksana, sadar akan dirinya sebagai hamba dan karyawan Allah dan prilaku positif lainnya yang akan digunakan sebagai bekal di kehidupan setelah kematian. Cara berpikir suprarasional ini, saya ajarkan di berbagai kegiatan kemendikdasmen seperti acara  pramuka, Pelatihan bela negara, sosialisasi 7 kebiasaan anak Indonesia hebat dan kegiatan lainnya.

Cara berpikir suprarasional tidak saja membuat  KPM mendapatkan penghargaan dari pemerintah, cara berpikir ini telah membuat KPM memberikan manfaat kepada banyak orang. Beberapa bentuk manfaatnya adalah membuat les matematika dan IPA (MIPA), dimana sudah mulai banyak praktisi pendidikan yang menerapkan les seperti yang KPM terapkan, yaitu  dengan bayaran seikhlasnya sehingga di tahun ini lebih dari 20.000 siswa menikmati manfaat les ini.  KPM juga meyelenggarakan lomba MIPA dengan bayaran seikhlasnya dimana sudah lebih dari 200.000 ribu siswa di tahun 2025 yang menikmat lomba ini.  Selain itu,  pelatihan guru dengan bayaran seikhlasnya juga diadakan oleh KPM, dimana sudah ratusan guru mendapatkan manfaat ini. Untuk kegiatan-kegiatan tersebut, KPM tidak berharap penghargaan dari pemerintah, sebab tujuan tim KPM melakukan kegiatan-kegiatan ini adalah ridho Allah. Berkat cara berpikir suprarasional pula, ada madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah yang menerapkan bayaran seikhlasnya untuk biaya belajarnya dan ada pula komunitas sosial yang menyalurkan bantuan tapi tidak menggunakan dana bantuan untuk honor para penggiat komunitasnya.

Menyebarkan cara berpikir suprarasional menurut saya tidak mudah, sehingga sampai saat ini cara berpikir ini belum tersebar luas di Indonesia. Saya mengibaratkan menyebarkan cara berpikir suprarasional itu bukan menawarkan payung ketika sedang hujan, tetapi menawarkan payung di saat pagi yang cerah. Tentunya sedikit orang yang mau menerimanya, karena merepotkan.  Pengibaratan yang saya buat ini ternyata sangat berhubungan dengan sebuah tulisan yang dishare oleh seorang pejabat tinggi di pendidikan dasar dan menengah.

Dalam postingan tersebut diceritakan, pada sesi penutup di 11th ADB International Education and Skills Forum,  ada seorang peserta yang bernama Lyqa Maravilla. Dia seorang Education Influencer. Judul presentasinya The Future of Education: Learning beyond the Classroom. Presentasinya sangat menarik sehingga banyak peserta yang seharusnya mengantuk pada saat itu menjadi bersemangat.

Ada kutipan menarik dari postingan tersebut yaitu tentang garis evolusi orang pintar, yang dibagi dalam beberapa era. (1) Era Print. Orang yang dikatakan pintar adalah “Si Penghapal” (2) Era Search. Orang yang dikatakan pintar adalah “Si Pencari” (3) Era Algorithm. Orang yang dikatakan pintar adalah “Si Viral”   (4) Era Gen AI. Orang yang dikatakan pintar adalah “Si yang pandai Bertanya”  (5) Era Post-Gen AI. Pertimbangan Moral, kesadaran dan  kebijaksanaan menjadi hal yang sangat penting.

Pada akhir tulisan postingan itu ada kutipan yang menarik dalam menghadapi era post AI yaitu “jangan takut dengan era AI. Takutlah kalau di era secanggih itu, hati kita justru membatu. Takutlah jika kita pintar memerintah mesin, tapi lupa caranya memanusiakan manusia.” Jika kita kaji lebih dalam tentang definisi cara berpikir suprarasional, maka cara berpikir suprarasional ini adalah cara berpikir untuk menyiapkan manusia menjadi manusia pintar di era Post-Gen AI. Era dimana kecerdasan hati (otak di dada) akan lebih berperan penting dari pada kecerdasan otak di kepala. Orang cerdas hatinya akan mempunyai akhlak yang baik dan memikirkan kehidupan setelah kematian, sebab manusia yang cerdas hatinya yakin bahwa manusia akan mati dan harus mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang dilakukannya di dunia.

Jika kita hubungkan fenomena orang pintar di masa depan di era Post-Gen AI dengan definisi orang pintar  Nabi Muhammad SAW, saya merasa Definisi orang pintar menurut Nabi Muhammad adalah definisi yang visioner. Mari kita Simak hadist di bawah ini:

Umar bin Khattab radhiyallaahu ‘anhu meriwayatkan bahwa ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam, tiba-tiba muncul seorang sahabat Anshar. Setelah mengucap salam kepada beliau, ia bertanya : “Ya Rasulullah, siapakah orang mukmin yang terbaik ?”. Beliau menjawab: “Yang paling baik akhlaqnya.” Kemudian ia bertanya lagi: “Siapakah orang mukmin yang paling pintar ?”. Beliau menjawab: “Yang paling sering ingat kematian dan yang punya persiapan terbaik untuk menyambut apa yang terjadi sesudahnya. Mereka itulah orang yang paling pintar.” (HR. Thabrani dan Ibnu Majah).

Jadi marilah kita mempersiapkan diri untuk menjadi orang pintar seperti yang Nabi Muhammad SAW sampaikan karena itu orang pintar di era Post-Gen AI.

Kembali pada pengibaratan penyebaran suprarasional yang saya tuliskan di awal, menurut saya Era Post-Gen AI adalah masa di sore hari yang terjadi hujan sehingga saat itu manusia butuh payung (butuh cara berpikir suprarasional), dan pada saat ini adalah  pagi hari yang cerah menjelang siang atau di era Era Print, Era Search, Era Algorithm, dan Era Gen AI. Jadi saya sekarang semakin paham kenapa cara berpikir suprarasional agak sulit tersebar di masa sekarang, tetapi saya yakin suatu saat orang akan berbondong-bondong menggunakan cara berpikir suprarasional. Dua hal yang harus saya lakukan adalah sabar dan terus menyebarkan cara berpikir suprarasional.

 

Bogor, 12 Desember 2025

Raden Ridwan Hasan Saputra
prmipa@yahoo.com
Pendiri Klinik Pendidikan MIPA
Penulis buku Trilogi Buku Suprarasional
(Cara berpikir Suprarasional, Karakter Suprarasional dan Manusia Suprarasional)

Bagi sekolah/lembaga yang ingin mengundang Pak Ridwan untuk Pelatihan Suprarasional dan membeli produk Buku Suprarasional, dapat menghubungi narahubung 0821-1435-8620